Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi (1802-1875)


1. Biografi Syeikh Ahmad Khatib Sambas
Syeikh Ahmad Khatib Sambas di lahirkan di kampung Dagang atau Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) pada 1802 M. Wafat di Mekkah pada tahun 1875 M. Nama Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd al-Ghaiffar al­Sambasi al-Jawi . Ayhanya bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad khatib Sambas menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat dasar dikota asalnya beliau pergi ke Mekkah pada usia 19 tahun untuk melanjutkan studi dan menetap disana. Bidang studi yang dipelajari mencakup berbagai ilmu pengetahuan Islam, termasuk tasawuf dan pencapaian spiritualnya menjadikannya terhormat pada zamannya dan berpengaruh diseluruh Indonesia.
Syeikh Ahmad Khatib Sambas sewaktu berangkat ke Mekkah masih bujangan dan disana ia menikahi wanita Arab keturunan Melayu yang tidak disebutkan namanya yang telah lama tinggal di sana. Dari pernikahannya Ia dikaruniai tiga orang anak. Putera-puterinya bernama: Syekh Yahya, Siti Khadijah, dan Syekh Abdul Gaffar. Dari 3 orang anak Syekh Ahmad Khatib Sambas tersebut seterusnya mempunyai keturunan dan beranak cucu, hingga di antara keturunan beliau itu sekarang banyak yang tinggal di Singkawang. Mereka diperkirakan adalah keturunan kelima dan keenam. Di antara mereka itu ialah: Bapak S Chalidi (almarhum) yang tinggal di Sekip Lama Singkawang, Bapak S Hamidi, tinggal di Jl Ali Anyang Singkawang dan Saihah, Aminah, S Ramli, Fatomah, Haimunah, dan S Ahmadi yang tinggal di Jalan Ali Anyang Singkawang.

2. Pemikiran dan Karya-karya Syeikh Ahmad Khatib Sambas
Ahmad Khatib dalam usia 19 tahun berangkat ke Mekkah dengan pamannya untuk menuntut ilmu agama di sana. Karena kecerdasannya pengkajian ilmu yang seharusnya ditempuh dalam 30 tahun, namun oleh Ahmad Sambas dalam waktu 3 tahun telah terselesaikan. Melihat kenyataan itu sang guru Syekh Syamsuddin sebelum wafatnya telah melantik beliau menjadi “Syekh Mursyid Kamil Mukammil dalam lingkungan Thariqat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah”, yaitu suatu gabungan dari kedua tariqat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.
Dalam pemikiran Syekh Khatib Sambas penulis belum menemukan, yang ada hanyalah ajaran-ajarannya dalam Thariqat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah dan karyanya. Menurut Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang Syeikh dari dua tarekat yang berbeda, tarekat Qadiriyva dan Naqsabandiyya. Karena ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan tetapi mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai aliran tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya .
Dalam prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi (Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana yang dipraktekkan dalam tarekat Qadiriyya. Selain itu, ia juga melakukan sedikit perubahan dari praktek Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya tentang lima Lathaif. Sedangkan pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun sesudah dzikir dilaksanakan. Selain itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan secara samar dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh Khatib Sambas mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas menggabungkan dua tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun mengambil tehnik spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan Naqsabandiyya.
Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.
Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab Fathul Arifin yang merupakan notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. Kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muroqabah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.
Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.

3 komentar:

  1. mohon ijin saya share ke fb saya alhamdulillah hamba yg hina ini sudah menjadi pengikut TQN Suryalaya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Assalammualikum, saya seorang yang sedang mencari jejak seorang nasab keturunan sebalah ayah kami, yang bergelarkan syekh Ahmad juga asal dari brunei dan telah pergi ke Sambas dlm tahun 1800an, menurut satu sumbar yang saya percaya syekh ahmad laluhur saya ini telah berangkat ke Mekah bersama syekh Ahmad khatib sambas kemudiannya dia kembali kenusantara dan meninggal di sumatara (dikuburkan di Acheh), kiranya saudara tahu tentang ini saya minta keterangan lanjutnya. wasalam

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus